Kejagung Sita Rp11,8 Triliun dari Wilmar Group dalam Kasus Korupsi Ekspor CPO

51
Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menyita dana sebesar Rp.11 triliun dari lima anak perusahaan yang tergabung dalam PT Wilmar Group terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2022.
Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menyita dana sebesar Rp.11 triliun dari lima anak perusahaan yang tergabung dalam PT Wilmar Group terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2022.
TOBAGOES.COM – Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia menyita dana sebesar Rp.11 triliun dari lima anak perusahaan yang tergabung dalam PT Wilmar Group terkait dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya pada tahun 2022.

Dari PT Wilmar Group tersebut, Direktur Penuntutan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Sutikno, mengungkapkan bahwa penyitaan dilakukan atas lima korporasi terdakwa, yakni: PT Multimas Nabati Asahan, PT Multi Nabati Sulawesi, PT Sinar Alam Permai, PT Wilmar Bioenergi Indonesia, PT Wilmar Nabati Indonesia.

“Kelima terdakwa korporasi tersebut oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat telah diputus lepas dari segala tuntutan hukum, sehingga jaksa penuntut umum mengajukan kasasi yang saat ini masih dalam tahap pemeriksaan di Mahkamah Agung,” ujar Sutikno dalam konferensi pers di Gedung Kejagung, Selasa (17/6/2025).

BACA JUGA  OTT Kedua 2025, KPK Bongkar Dugaan Korupsi Proyek Jalan di Sumut

Sutikno mengemukakan, akibat perbuatan para terdakwa korporasi, negara mengalami kerugian dalam tiga bentuk, yaitu kerugian keuangan negara, illegal gain, dan kerugian perekonomian negara yang seluruhnya sebesar Rp11.880.351.802.619,00.

“(Kerugian) berdasarkan penghitungan hasil audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan laporan kajian analisis keuntungan ilegal dan kerugian perekonomian negara dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM),” ucapnya.

Sutikno merincikan, jumlah tersebut terdiri dari PT Multimas Nabati Asahan sebesar Rp3.997.042.917.832,42; PT Multi Nabati Sulawesi sebesar Rp39.756.429.964,94; PT Sinar Alam Permai sebesar Rp483.961.045.417,33; PT Wilmar Bioenergi Indonesia sebesar Rp57.303.038.077,64; dan PT Wilmar Nabati Indonesia sebesar Rp7.302.288.371.326,78.

BACA JUGA  Mantan Dirut Petrogas Karawang Ditangkap, Diduga Korupsi Selewengkan Dana Rp7,1 Miliar

Lalu, dalam perkembangannya pada tanggal 23 dan 26 Mei 2025, kelima terdakwa korporasi itu mengembalikan seluruh uang sebagaimana total nilai kerugian yang ditetapkan, yaitu sebesar Rp11.880.351.802.619,00.

“Uang tersebut sekarang kami simpan di rekening penampungan lain (RPL) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus pada Bank Mandiri,” kata Sutikno.

Terhadap uang tersebut, Sutikno mengatakan bahwa jaksa penuntut umum (JPU) menyita seluruhnya dalam rangka kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi.

BACA JUGA  Menyoroti GRIB Jaya Bikin Ulah, Gubernur Kalteng: Ini Bukan Negara Ormas

Usai dilakukan penyitaan, lanjut dia, JPU memasukkan uang tersebut dalam tambahan memori kasasi agar keberadaannya dapat dipertimbangkan oleh hakim agung yang memeriksa kasasi.

“Khususnya terkait uang tersebut supaya dikompensasikan untuk membayar seluruh kerugian negara yang ditimbulkan akibat perbuatan korupsi yang dilakukan oleh para terdakwa korporasi,” imbuhnya.

Sebagai informasi, dalam laman resmi Direktori Putusan Mahkamah Agung (MA), Majelis Hakim menyatakan perusahaan PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan primer maupun subsider JPU.

BACA JUGA  Erick Thohir dan Direksi Pertamina Diperiksa Kejagung Terkait Dugaan Korupsi Rp.193,7 Triliun

Adapun para tersangka korporasi didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Kendati demikian, Majelis Hakim menyatakan perbuatan itu bukan merupakan suatu tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging) sehingga para terdakwa dilepaskan dari tuntutan JPU.

Majelis Hakim juga memerintahkan pemulihan hak, kedudukan, kemampuan, harkat, serta martabat para terdakwa seperti semula. Atas putusan tersebut, Kejagung pun mengajukan kasasi.