Polresta Pontianak Disorot, Pengamat Hukum Bongkar Dugaan Penyalahgunaan Rekaman Suara

38
Viralnya pemberitaan terkait Dugaan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap seorang wartawan berinisial EA oleh Polresta Pontianak menuai sorotan publik. Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai tindakan penyidik dalam kasus tersebut justru berpotensi menyalahi aturan hukum.
Viralnya pemberitaan terkait Dugaan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap seorang wartawan berinisial EA oleh Polresta Pontianak menuai sorotan publik. Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai tindakan penyidik dalam kasus tersebut justru berpotensi menyalahi aturan hukum.
TOBAGOES.COM/Pontianak, Viralnya pemberitaan terkait Dugaan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap seorang wartawan berinisial EA oleh Polresta Pontianak menuai sorotan publik. Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai tindakan penyidik dalam kasus tersebut justru berpotensi menyalahi aturan hukum.
BACA JUGA  OTT Kedua 2025, KPK Bongkar Dugaan Korupsi Proyek Jalan di Sumut

Menurut Herman, langkah kepolisian melalui Kasat Reskrim Polresta Pontianak yang memperdengarkan rekaman suara ke publik di luar proses hukum adalah tindakan keliru dan berpotensi melanggar undang-undang.

Memperdengarkan rekaman suara yang merupakan barang bukti kepada publik melalui media sosial, konferensi pers, atau cara lain di luar kepentingan persidangan adalah tindakan yang dilarang keras dan melawan hukum,” tegas Herman dalam keterangan persnya, Jumat (29/8)

BACA JUGA  BPI KPNPA RI Apresiasi Kapolres Metro Tangerang atas Penanganan Cepat Kasus Ojek Kampung Stasiun Tigaraksa

Herman mengingatkan bahwa berdasarkan UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), rekaman suara termasuk dokumen elektronik yang dilindungi. Penyidik memiliki kewajiban menjaga kerahasiaan dan privasi informasi yang disita.

Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sudah mengatur secara jelas soal fungsi barang bukti. Pada Pasal 44 ayat (2) KUHAP ditegaskan bahwa barang bukti hanya boleh digunakan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di persidangan.

Membuka atau memperdengarkan rekaman suara di luar forum pengadilan adalah bentuk penyalahgunaan barang bukti,” tambah Herman.

BACA JUGA  Prabowo: 3,1 Juta Hektar Sawit Ilegal Berhasil Kembali ke Negara

Selain itu, Herman menilai tindakan tersebut berpotensi melanggar asas praduga tak bersalah. Sebab, memperdengarkan rekaman yang melibatkan pihak berstatus tersangka atau terdakwa kepada publik bisa membentuk opini yang menghakimi sebelum adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Ia juga menyinggung aturan internal Polri yang tertuang dalam Peraturan Kapolri (Perkapolri), di mana terdapat ketentuan ketat mengenai tata kelola barang bukti. Pelanggaran terhadap aturan ini, kata Herman, dapat berimplikasi pada sanksi disiplin hingga pelanggaran kode etik bagi penyidik yang bersangkutan.

Forum yang sah untuk memperdengarkan rekaman suara sebagai alat bukti hanya di sidang pengadilan. Di sana hakim dapat menilai keaslian rekaman, sementara terdakwa dan penasihat hukum memiliki hak untuk mengajukan keberatan,” tegas Herman.

Herman berharap kasus OTT wartawan EA ini tidak hanya ditangani secara prosedural, tetapi juga diawasi agar proses hukum berjalan transparan, adil, serta tidak menabrak aturan perundang-undangan.

Editor:Melida Sianipar