Hujan deras yang mengguyur sejak Selasa (9/9/2025) memang menjadi pemicu utama banjir besar di Bali.
Hujan deras yang mengguyur sejak Selasa (9/9/2025) memang menjadi pemicu utama banjir besar di Bali.
toBagoes.com – Hujan deras yang mengguyur sejak Selasa (9/9/2025) memang menjadi pemicu utama banjir besar di Bali.
Namun, para ahli menilai bencana banjir ini bukan hanya soal curah hujan ekstrem, melainkan juga akibat kombinasi faktor alam dan tata kelola lingkungan.

Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Wilayah III Denpasar mencatat curah hujan di beberapa titik mencapai lebih dari 150 mm per hari. Angka ini masuk kategori ekstrem, yang biasanya hanya terjadi sekali dalam beberapa tahun.

BACA JUGA  Polda Sumut Mengungkap Penyelundupan Sebanyak 25 Kg Sabu dan Ribuan Pil Ekstasi

Alih Fungsi Lahan dan Drainase Buruk Pengamat lingkungan dari Universitas Udayana, Dr. I Nyoman Suwitra, menyebut alih fungsi lahan di Bali turut memperparah banjir.

“Banyak sawah dan ruang terbuka hijau berubah menjadi bangunan. Akibatnya, air hujan tidak terserap optimal dan langsung melimpas ke pemukiman,” jelasnya kepada wartawan, pada hari, Kamis (11/9/2025).

Sungai yang menyempit sejumlah sungai di Bali, termasuk Tukad Badung, mengalami sedimentasi dan penyempitan alur. Hal ini mengurangi kapasitas sungai menampung air ketika hujan deras berlangsung lama.

BACA JUGA  Tangisan Anak dan Panen Gagal, Bali Darurat Banjir

Kesiapsiagaan yang masih lemah meski Bali memiliki BPBD dan relawan tangguh, sistem peringatan dini (early warning system) dinilai belum maksimal menjangkau masyarakat.

“Banyak warga baru menyadari musibah besar ketika air sudah masuk rumah,” kata I Wayan Juni Antara dari Basarnas Bali.

Belajar dari banjir kali Ini pakar tata ruang merekomendasikan agar pemerintah Bali meninjau ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RT/RW) serta memperbanyak ruang resapan air di kawasan perkotaan.

“Kalau hanya menyalahkan hujan, banjir serupa akan terus berulang,” tegas Suwitra.

Editor: Melida  Sianipar