Jakarta, TOBAGOES.COM – Ketua Umum BPI KPNPA RI, Rahmad Sukendar, menyoroti akar persoalan yang masih membelit institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yakni soal kesejahteraan anggota.
Menurutnya, gaji dan tunjangan Kepolisian Republik Indonesia yang layak merupakan kunci utama dalam mendorong perubahan kultur di tubuh Polri.
Kepolisian Republik Indonesia bisa mengalami perubahan signifikan apabila gaji dan tunjangan untuk seluruh jajaran anggotanya benar-benar cukup dan layak.
Selama kesejahteraan para anggota Polri masih jauh dari kata cukup, maka budaya korupsi dan praktik suap tidak akan pernah hilang dari institusi ini,” tegas Rahmad Sukendar, pada Kamis (26/6/2025).
Ia menilai bahwa berbagai pelatihan, pendidikan moral, hingga peningkatan profesionalisme tidak akan memberi dampak yang berarti jika kondisi ekonomi para anggota kepolisian masih di bawah standar.
“Sebanyak apa pun pemahaman dan pembelajaran yang diberikan kepada anggota kepolisian baik dari sisi moral, etika, maupun profesionalisme tidak akan mampu menghasilkan perubahan yang berarti jika kebutuhan dasar mereka belum terpenuhi secara adil dan manusiawi,” lanjutnya.
Rahmad juga mengajak semua pihak, terutama pemerintah dan pimpinan institusi Polri, agar lebih serius memperhatikan aspek kesejahteraan aparat sebagai bagian dari upaya reformasi menyeluruh di tubuh kepolisian.
Dalam momentum HUT Bhayangkara ke-79 tahun ini, Rahmad berharap Polri dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik serta memberikan perlindungan hukum yang adil dan tanpa diskriminasi kepada seluruh lapisan masyarakat.
“Dengan mengusung motto Polri Milik Masyarakat, mari bersama-sama wujudkan keadilan bagi semua elemen bangsa,” tutup Rahmad Sukendar.
Gaji Rendah dan Tekanan Tugas Jadi Pemicu Praktik Menyimpang di Internal Polri
Pernyataan Rahmad Sukendar tersebut muncul di tengah meningkatnya sorotan publik terhadap kinerja dan integritas aparat penegak hukum, terutama setelah munculnya berbagai kasus pelanggaran etika dan kriminalitas yang melibatkan oknum anggota kepolisian dalam beberapa tahun terakhir.
Menurutnya, beban kerja yang tinggi tidak sebanding dengan kesejahteraan yang diterima. Hal inilah yang kemudian mendorong sebagian anggota untuk mencari “jalan pintas” guna memenuhi kebutuhan hidup mereka dan keluarga.
“Jangan hanya mengedepankan aspek disiplin dan hukuman semata tanpa menyentuh akar masalahnya. Selama kebutuhan ekonomi tidak terpenuhi, maka risiko penyalahgunaan wewenang akan terus terjadi,” ujar Rahmad.
Mendorong Reformasi Struktural dan Kultural
Bagi Rahmad, pembenahan institusi kepolisian harus dilakukan secara holistik, tidak hanya dengan pendekatan penindakan, tetapi juga penataan ulang sistem kesejahteraan dan reformasi internal secara menyeluruh.
Ia menyoroti bahwa praktik korupsi dalam tubuh kepolisian kerap kali terjadi secara sistemik, terutama pada level bawah hingga menengah. Salah satu contohnya adalah fenomena setoran atau pungutan liar di sejumlah satuan wilayah.
“Bila kesejahteraan baik dan ada jaminan hidup yang layak, maka akan muncul rasa malu dan enggan untuk melakukan pelanggaran. Tapi jika kebutuhan dasar saja tidak tercukupi, maka nilai moral pun mudah tergadaikan,” imbuhnya.
Polri Harus Kembali Menjadi Pelindung, Pengayom, dan Pelayan Masyarakat.
Dalam momentum Hari Ulang Tahun Bhayangkara ke-79, Rahmad Sukendar juga mengajak seluruh jajaran kepolisian untuk kembali kepada jati diri Polri sebagai pengayom rakyat.
“Polri harus tampil sebagai sahabat rakyat, tidak berjarak, dan tidak elitis. Keadilan harus dapat dirasakan semua kalangan miskin ataupun kaya, kecil maupun besar,” ucapnya.
Ia pun menegaskan bahwa kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian hanya bisa dibangun melalui komitmen terhadap integritas, profesionalisme, dan keberpihakan terhadap rakyat kecil.