TOBAGOES.COM/Sumatera Barat – Emak-Emak Minang Sumbar Patungan Beli Pesawat Tidak banyak yang tahu, Sumatera Barat pernah mencatat sejarah emas dalam dunia penerbangan Indonesia. Pada masa awal kemerdekaan, sekelompok emak-emak di daerah ini menggalang iuran untuk membeli pesawat terbang pertama bagi Indonesia.
Aksi solidaritas tersebut menjadi tonggak penting, mengingat pesawat saat itu sangat dibutuhkan untuk mendukung perjuangan dan mobilitas bangsa yang baru merdeka. Uang hasil iuran rakyat, terutama dari para ibu rumah tangga, berhasil mengumpulkan dana cukup besar untuk membeli pesawat yang kemudian menjadi kebanggaan nasional.
Pada 27 September 1947, Wakil Presiden Mohammad Hatta membentuk Panitia Pusat Pengumpul Emas di Bukittinggi untuk menggalang sumbangan rakyat guna membeli pesawat. Dipimpin A. Karim, panitia ini berhasil mengumpulkan 14 kilogram emas murni dari emak-emak Minangkabau dalam tempo kurang dari dua bulan
Dana emas itu digunakan membeli pesawat Avro Anson, milik mantan penerbang RAF asal Australia, Paul H. Keegan, di Thailand. Pesawat kemudian diterbangkan oleh Keegan ke Lapangan Udara Gadut, Bukittinggi, dan diberi registrasi RI-003.
Di akhir Desember 1947, Komodor Udara Iswahyudi (pilot) dan Komodor Muda Halim Perdanakusuma (navigator) menerbangkan Avro Anson untuk misi lintas blokade Belanda ke Songkhla, Thailand, dalam upaya membawa bantuan dan menjalin kontak di luar negeri. Sayangnya, dalam perjalanan pulang, pesawat jatuh di dekat Tanjung Hantu, Malaysia. Halim ditemukan tewas, sementara Iswahyudi hilang dan dinyatakan gugur. Keduanya kemudian diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Kisah patungan emak-emak Sumbar ini bukan sekadar cerita sejarah, tetapi bukti bahwa peran rakyat, tanpa memandang profesi maupun latar belakang, dapat memberikan kontribusi besar bagi kemajuan bangsa.
Kini, momen bersejarah tersebut terus dikenang sebagai bagian dari perjuangan rakyat dalam membangun kemandirian penerbangan Indonesia.
Sejarah mencatat, langkah heroik warga Sumatera Barat ini kemudian diikuti oleh Aceh, yang juga turut menggalang dana untuk pembelian pesawat berikutnya. Kedua daerah ini menjadi simbol persatuan dan semangat gotong royong rakyat Indonesia.
Pionir Penerbangan Sipil Indonesia Rakyat Aceh Sumbang untuk Dakota RI-001 “Seulawah”
Pada Juni 1948, Presiden Soekarno berkunjung ke Aceh dan menyerukan semangat perjuangan dalam pidato yang menggugah di Hotel Atjeh. Tindak lanjutnya: rakyat Aceh bergerak cepat membentuk panitia pengumpulan dana, dipimpin Djuned Yusuf dan Said Muhammad Al-Habsyi . Dalam waktu singkat, mereka berhasil mengumpulkan sekitar 20 kilogram emas dan donasi dolar Malaya. Hasilnya digunakan membeli pesawat angkut Dakota DC-3, diberi nama RI-001 “Seulawah” (artinya Gunung Emas), sebagai simbol patriotisme dan pionir penerbangan sipil Indonesia. Pesawat ini menjadi cikal bakal maskapai Indonesian Airways.
Pesawat Seulawah membuka jalur penerbangan Sumatra-Jawa dan internasional, termasuk misi Hatta keliling Sumatra pada akhir 1948. Walaupun pesawat mengalami berbagai nasib dalam Agresi Militer Belanda II, semangat dan warisannya tetap dikenang melalui monumen di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, yang diresmikan 30 Juli 1984. (L)