Jakarta, toBagoes.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan empat dari total delapan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, mengungkapkan bahwa praktik pemerasan ini telah berlangsung selama enam tahun.
“Penyidik menemukan fakta bahwa perbuatan pemerasan kepada para pemohon RPTKA di Kemenaker sudah dilakukan sebelum tahun 2019 dan hal ini masih terus dilakukan pendalaman,” ujar Setyo dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (17/7/2025).
Berikut daftar kedelapan tersangka dalam kasus ini:
1. Suhartono, Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2020-2023.
2. Haryanto, Direktur PPTKA 2019–2024, Dirjen Binapenta dan PKK 2024-2025, kini Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Internasional.
3. Wisnu Pramono, Direktur PPTKA 2017–2019.
4. Devi Angraeni, Direktur PPTKA 2024–2025.
5. Gatot Widiartono, Koordinator Analisis dan Pengendalian Penggunaan TKA 2021–2025.
6. Putri Citra Wahyoe, petugas hotline RPTKA 2019–2024, kini verifikator pengesahan RPTKA.
7. Jamal Shodiqin, Analis TU Direktorat PPTKA 2019–2024, kini Pengantar Kerja Ahli Pertama.
8. Alfa Eshad, Pengantar Kerja Ahli Muda Kemnaker 2018–2025.
Keempat tersangka yang ditahan hari ini adalah Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, dan Devi Angraeni. Mereka akan menjalani masa penahanan awal selama 20 hari di Rutan KPK.
Menurut KPK, sepanjang periode 2019–2024, para tersangka telah mengumpulkan uang hasil pemerasan dari para pemohon RPTKA dengan nilai total mencapai sedikitnya Rp 53,7 miliar.
“Jumlah uang yang diterima para tersangka dan pegawai dalam Direktorat PPTKA dari pemohon RPTKA sekurang-kurangnya adalah Rp 53,7 miliar,” terang Setyo.
Dari total tersebut, sebanyak Rp 8,51 miliar telah dikembalikan oleh para tersangka ke negara melalui rekening penampungan KPK.
Jerat Hukum
KPK menjerat para tersangka dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP.