Kutai Kartanegara, toBagoes.com – Warga Desa Muara Kaman digemparkan oleh peristiwa tragis yang menimpa seorang bocah laki-laki berusia 13 tahun, siswa SMP kelas 1, yang tewas diterkam buaya saat mandi di Sungai Mahakam, pada Minggu sore (13/7/2025).
Korban yang tewas diterkam buaya tersebut diketahui bernama Rizky Ananda, saat itu tengah mandi bersama dua temannya di tepi sungai yang berada tak jauh dari permukiman warga. Tanpa disangka, seekor buaya tiba-tiba muncul dan menyeret korban ke dalam air.
Menurut keterangan warga setempat, lokasi Rizky Ananda tewas diterkam buaya tersebut memang dikenal sebagai habitat buaya muara.
“Kami sudah sering memperingatkan anak-anak untuk tidak mandi di situ. Tapi mereka tetap nekat,” ujar Kepala Dusun Muara Kaman, Suryadi.
Tim SAR gabungan bersama warga langsung melakukan pencarian. Setelah lebih dari 12 jam pencarian, jasad korban ditemukan sekitar 800 meter dari lokasi awal kejadian dengan kondisi tubuh tidak utuh.
Pihak keluarga korban shock berat dan menolak untuk dilakukan autopsi. Jenazah Rizky langsung dimakamkan pada Senin pagi.
Peristiwa ini menambah panjang daftar korban akibat serangan buaya di wilayah Kalimantan Timur. Warga diminta lebih waspada, dan pemerintah desa didesak untuk memasang papan peringatan serta mengevakuasi buaya berbahaya di sekitar pemukiman.
Warga Trauma dan Desak Relokasi Buaya
Usai peristiwa nahas yang menimpa Rizky, suasana duka menyelimuti Desa Muara Kaman. Banyak warga, terutama orang tua, kini melarang anak-anak mereka bermain atau beraktivitas di sekitar sungai.
“Anak saya biasanya ikut bantu cuci pakaian di sungai, sekarang saya larang total,” ujar Nuraini, ibu rumah tangga yang rumahnya hanya berjarak 50 meter dari bantaran Sungai Mahakam.
Menurut data yang dihimpun dari aparat desa, dalam lima tahun terakhir telah terjadi tujuh serangan buaya di wilayah ini, dengan empat korban jiwa. Sebagian besar korban adalah anak-anak dan nelayan.
Pemerintah Dinilai Lamban Tanggapi Ancaman
Tokoh masyarakat setempat, Haji Marwan, menyesalkan tidak adanya tindakan konkret dari pemerintah daerah meskipun sudah berulang kali terjadi insiden serupa.
“Buaya yang muncul bukan cuma satu. Kadang sore hari bisa terlihat dua sampai tiga ekor di permukaan. Tapi tidak ada upaya penangkapan atau relokasi,” ujarnya.
Sementara itu, BKSDA Kalimantan Timur mengaku masih menunggu laporan resmi dari pihak desa. Kepala BKSDA Kaltim Wilayah III, Yusran Taufik, mengatakan pihaknya akan segera menerjunkan tim untuk identifikasi buaya dan mengevaluasi langkah evakuasi.
“Kami ingatkan, buaya muara termasuk satwa dilindungi. Penanganannya harus dilakukan secara hati-hati, tidak bisa asal tangkap atau bunuh,” katanya.
Papan Peringatan Hilang, Keselamatan Terabaikan
Investigasi lapangan menemukan bahwa papan peringatan yang sebelumnya dipasang di sepanjang bantaran sungai telah rusak dan tak diperbaiki sejak awal 2024. Hal ini memperkuat dugaan adanya kelalaian pihak desa maupun dinas terkait dalam menjaga keselamatan warga.
Menurut Ketua Karang Taruna Muara Kaman, Wawan Subekti, pihaknya sudah beberapa kali mengajukan permintaan bantuan pelampung, pagar pembatas sungai, dan patroli sungai, namun tidak pernah direspons.
“Kami tidak bisa hanya terus-terusan mengandalkan doa. Harus ada tindakan nyata sebelum korban berikutnya jatuh lagi,” tegasnya.
Serangan Buaya: Gejala Perubahan Ekosistem?
Beberapa ahli menyebut serangan buaya terhadap manusia bisa jadi merupakan gejala terganggunya ekosistem sungai.
Aktivitas tambang, pembalakan liar, dan pembuangan limbah di sekitar Sungai Mahakam dituding mempersempit habitat buaya, memaksa mereka lebih sering masuk ke wilayah manusia.
“Ketika mangsa alaminya seperti ikan dan burung air menurun drastis, buaya mulai mencari alternatif lain, termasuk manusia,” jelas Dr. Retno Widjajanti, pakar ekologi perairan dari Universitas Mulawarman.
Warga Harap Tragedi Rizky Jadi yang Terakhir
Sementara keluarga korban masih berduka, warga berharap kematian Rizky menjadi peringatan serius bagi semua pihak. Mereka menuntut pemetaan zona bahaya, patroli rutin oleh aparat, edukasi di sekolah, hingga perencanaan pemindahan buaya-buaya-buaya besar ke suaka margasatwa.
“Jangan tunggu sampai anak kami berikutnya jadi korban baru bergerak,” pungkas Suryadi, Kepala Dusun.