Jakarta, toBagoes.com – Pidato Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto di Sidang Tahunan MPR, DPR, dan DPD 2025, Jumat (15/8), memecah keheningan ruang sidang. Suaranya meninggi ketika ia menyebut angka: 1.063 tambang ilegal, Rp.300 triliun kerugian negara, dan jutaan hektare sawit ilegal.
Namun yang paling menggetarkan bukan angka itu, melainkan target peringatannya: jenderal, mantan jenderal, politisi, bahkan kader partainya sendiri.
“Tidak ada alasan. Kami akan bertindak atas nama rakyat,” ucapnya.
Pesan ini jelas mengarah pada lingkaran kekuasaan yang selama ini dianggap “kebal hukum”. Tambang ilegal dan perkebunan sawit raksasa sering kali terlindungi oleh jejaring patronase yang melibatkan aparat berseragam, purnawirawan, dan tokoh partai.
Prabowo bahkan memberi peringatan langsung kepada Gerindra, partai yang ia pimpin. “Walaupun Gerindra, tidak akan saya lindungi,” tegasnya.
Pernyataan ini jarang terjadi dalam politik Indonesia, di mana loyalitas partai sering kali melampaui komitmen pada hukum.
Namun, pengamat menilai pernyataan ini sekaligus sinyal perpecahan di tubuh elite. Langkah ini bisa menimbulkan gesekan, sebab sebagian tambang dan perkebunan besar memiliki hubungan dengan tokoh-tokoh berpengaruh di pusat dan daerah.
Sawit Ilegal: Harta Karun di Balik Hutan
Prabowo juga mengungkapkan bahwa pemerintah telah menguasai kembali 3,1 juta hektare sawit ilegal dari potensi 5 juta hektare yang bermasalah.
Bahkan, ada kasus di mana kebun sawit harus disita berdasarkan putusan pengadilan yang sudah inkrah 18 tahun lalu, namun tak pernah dieksekusi.
“Sering terjadi perlawanan, berani-berani melawan Pemerintah NKRI, ya kita hadapi,” ujarnya.
Untuk itu, TNI dikerahkan mengawal penertiban di lapangan langkah yang bisa memicu bentrokan dengan pihak-pihak yang merasa kehilangan “ladang emas” mereka.
Pertarungan Besar yang Baru Dimulai Bagi sebagian pihak, pidato ini adalah deklarasi perang terhadap oligarki sumber daya alam. Tapi bagi yang skeptis, ini baru babak pembukaan.
Tantangan terbesarnya adalah memastikan bahwa penertiban ini tidak berhenti pada level retorika atau hanya menyasar lawan politik, sementara kroni sendiri dibiarkan.
Tambang ilegal dan sawit ilegal bukan sekadar masalah hukum ini adalah soal kekuasaan, uang, dan jaringan.
Dan jika Prabowo benar-benar memutusnya, ia akan berhadapan langsung dengan fondasi ekonomi informal yang menopang sebagian elite negeri ini.