TOBAGOE.COM/PANGKALPINANG – Kejati Babel Tuntaskan Kasus dugaan korupsi tunjangan transportasi DPRD Provinsi Bangka Belitung yang melibatkan mantan Wakil Ketua DPRD, Dedi Yulianto, Pasalnya, hingga kini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bangka Belitung belum juga menahan sang tersangka, meski kasusnya sudah lama bergulir.
Ketua Umum Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran RI (BPI KPNPA RI), Tubagus Rahmad Sukendar, mengecam keras Kejati Babel lambannya penanganan kasus ini oleh pihak kejaksaan.
“Sudah dua tahun lebih Dedi Yulianto menyandang status tersangka, tapi belum juga ditahan. Ini sangat mencederai rasa keadilan masyarakat,” ujar Tubagus dalam keterangannya, Senin (17/6/2025).
Menurutnya, publik berhak bertanya: ada apa sebenarnya dengan Kejati Babel? Apalagi, dalam kasus yang sama, rekan Dedi, yakni Hendra Apollo dan Amri Cahyadi, sudah lebih dulu mendekam di balik jeruji.
“Kenapa hanya Dedi yang belum ditindak? Apakah ada perlakuan istimewa? Hukum seharusnya berlaku sama bagi semua,” tegasnya.
Tubagus menilai kondisi ini bisa menciptakan preseden buruk dalam pemberantasan korupsi di tanah air, khususnya di wilayah Bangka Belitung.
“Jangan sampai Kejati Babel dicurigai tebang pilih. Ini menyangkut integritas institusi penegak hukum,” katanya.
BPI KPNPA RI bahkan mewanti-wanti agar kasus ini tidak dibiarkan mengambang, apalagi sampai menggantung nasib seseorang yang jelas-jelas sudah ditetapkan sebagai tersangka.
“Jika memang ada kendala teknis, jelaskan ke publik. Jangan main diam saja. Transparansi itu penting,” ujarnya lagi.
Dedi Yulianto sebelumnya dijerat dalam kasus dugaan korupsi tunjangan transportasi pimpinan DPRD Babel periode 2017–2022. Kasus ini ditaksir merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah.
Namun hingga pertengahan 2025, belum ada kejelasan soal langkah hukum lebih lanjut dari Kejati Babel terhadap Dedi Yulianto.
“Ini sudah masuk pertanyaan publik. Kami tidak bisa diam melihat penegakan hukum seperti ini,” kata Tubagus.
Ia juga menyinggung bahwa Kejati Babel seharusnya bisa menunjukkan komitmen mereka dalam momentum Hari Antikorupsi Sedunia yang jatuh pada 9 Desember.
“Kalau sampai Hari Antikorupsi saja masih diam, itu artinya Kejati tidak punya niat menuntaskan kasus ini,” tandasnya.
BPI KPNPA RI bahkan berencana menggelar aksi unjuk rasa di Kejaksaan Agung, bila Kejati Babel tetap tidak mengambil langkah tegas.
“Kalau Kejati Babel tidak mampu, biar Kejagung yang turun tangan. Kami akan gelar aksi di Jakarta,” ancam Tubagus.
Ia juga menyoroti kemungkinan adanya intervensi non-teknis yang membuat eksekusi kasus Dedi Yulianto menjadi terhambat.
“Kalau tidak ada tekanan atau intervensi, kenapa prosesnya bisa selama ini mandek?” ujarnya.
Kondisi ini, menurutnya, bisa mengikis kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum.
“Babel sedang berupaya membangun pemerintahan bersih. Jangan biarkan satu kasus mencoreng upaya itu,” imbuhnya.
Tubagus juga menegaskan bahwa kejelasan atas nasib hukum Dedi Yulianto sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.
“Ini soal integritas. Penegak hukum tidak bisa bersembunyi di balik alasan prosedural terus-menerus,” katanya.
BPI KPNPA RI pun mendesak Kejati Babel untuk segera membuka data dan informasi kepada publik terkait status dan perkembangan kasus tersebut.
“Kalau ada hambatan, buka saja. Transparansi itu bukan pilihan, tapi kewajiban,” tegas Tubagus.
Terakhir, Tubagus mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut mengawal kasus ini. Menurutnya, melawan korupsi adalah tanggung jawab semua warga negara.
“Kalau kita diam, keadilan bisa mati perlahan. Ini saatnya bersuara,” pungkasnya. (*)