Tobagoes.com | Jasad Rizal Sampurna, pemuda asal Lingkungan Sukowidi, Klatak, Kalipuro, Banyuwangi, yang diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja, tiba di rumah duka pada Senin (12/5/2025) pukul 03.00 WIB.
Kedatangan jenazah Rizal Sampurna disambut isak tangis keluarga dan warga sekitar yang menyaksikan prosesi penurunan peti dari ambulans.
“Alhamdulillah, hari ini almarhum Rizal Sampurna bisa dipulangkan setelah proses yang sangat panjang dan melelahkan,” ujar Wawan Hariyanto, kuasa hukum keluarga korban.
Wawan menjelaskan, seluruh biaya pemulangan jenazah Rizal Sampurna, termasuk penyimpanan dan perjalanan hingga ke Bandara Juanda Sidoarjo senilai 7.800 dolar AS, ditanggung oleh pihak pengelola gedung tempat Rizal bekerja di Kamboja. Mereka juga memberikan santunan kepada keluarga sebesar 1.000 dolar AS.

Dari Bandara Juanda ke Banyuwangi, jenazah Rizal Sampurna diantar menggunakan ambulans milik Pemkab Banyuwangi, dengan pengawalan dari Polresta Banyuwangi.
Sabtu, 10 Mei 2025
Pukul 09.45 waktu setempat: Jenazah Rizal Sampurna diterbangkan dari Bandara Internasional Phnom Penh, Kamboja.
Pukul 11.00 waktu setempat: Tiba di Bandara Suvarnabhumi, Bangkok, Thailand, untuk transit semalam.
Minggu, 11 Mei 2025
Pukul 08.20 WIB: Terbang dari Bangkok menuju Jakarta.
Pukul 11.55 WIB: Tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta.
Pukul 17.35 WIB: Melanjutkan penerbangan ke Jawa Timur.
Pukul 19.35 WIB: Tiba di Bandara Juanda, Sidoarjo.
Senin, 12 Mei 2025
Pukul 22.00 WIB (Minggu malam): Jenazah diberangkatkan dari Bandara Juanda menggunakan ambulans bantuan Pemkab Banyuwangi, dikawal oleh tiga unit patroli dari Polresta Banyuwangi.
Pukul 03.00 WIB: Tiba di rumah duka di Lingkungan Sukowidi, Kalipuro, Banyuwangi.
Kesaksian Sahabat: Rizal Dipaksa Jadi Scammer dan Diperlakukan Tak Manusiawi
Rizal Sampurna tak berangkat sendiri ke Kamboja. Bersama 20 orang lainnya, ia meninggalkan tanah kelahirannya di Banyuwangi dengan harapan memperoleh pekerjaan dan penghasilan layak. Namun, realitas yang ia temui di negeri orang justru jauh dari harapan.
Kepada sahabat karibnya, Anis Zulkarnain, Rizal sempat mengaku bahwa ia dipekerjakan sebagai scammer sebuah profesi yang melibatkan penipuan daring, dan kerap menjadi bagian dari jaringan kejahatan internasional yang memperbudak tenaga kerja asing.
“Dia cerita kalau pekerjaannya adalah menipu orang, tapi dia enggak punya pilihan,” ujar Anis.
Menurut Anis, Rizal sempat mengatakan bahwa dirinya sering mendapatkan perlakuan tidak manusiawi. Salah satunya, ia diborgol bahkan saat sedang bekerja. Namun, sebagai sosok yang tertutup dan pendiam, Rizal enggan mengungkap lebih jauh soal detail kekerasan yang dialaminya.
Ia dijanjikan gaji sebesar 800 dolar AS per bulan, namun realitasnya, hanya menerima 300 dolar. Ancaman terus menghantui—jika target tak tercapai, ia akan dipindahkan ke Myanmar atau Vietnam. “Dia pernah bilang, kalau dipindah ke sana, risikonya lebih parah, dan itu membuatnya sangat takut,” ujar Anis.
Pada 16 Maret 2025, Rizal mengirim pesan kepada keluarga dan Anis, memohon agar mereka mendoakan keselamatannya. Sehari kemudian, menurut informasi yang diterima keluarga pada 7 April 2025, Rizal dinyatakan meninggal dunia.
Kematian Rizal bukan hanya tragedi pribadi, melainkan cermin dari realita gelap perdagangan orang berkedok peluang kerja di luar negeri. Ia hanyalah satu dari sekian banyak anak muda Indonesia yang menjadi korban eksploitasi di wilayah Asia Tenggara.