toBagoes com – IKN Sebuah nama proyek raksasa yang dulu dipromosikan sebagai simbol masa depan Indonesia kini berada di persimpangan jalan.
Ibu Kota Nusantara (IKN) dibangun sejak 2019 di tengah hutan Kalimantan Timur mengusung impian menjadi pusat pemerintahan baru. Namun, di balik narasi optimisme, realitas di lapangan menghadirkan pertanyaan besar: ke mana arah kota yang sudah menelan Rp151,08 triliun ini?
Dari Janji Besar Jokowi
IKN adalah buah visi Presiden ke-7 RI, Joko Widodo. Pemerintah saat itu menargetkan pembangunan bertahap hingga 2045, dengan total kebutuhan dana Rp460 triliun.
Rumusnya terlihat rapi di atas kertas: 80% dari investasi swasta, 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Janji ini membangun keyakinan publik bahwa beban negara tidak akan terlalu berat.
Hingga akhir masa jabatan Jokowi, tahap pertama pembangunan rampung. Kepala Otorita IKN, Basuki Hadimuljono, mencatat biaya mencapai Rp.147,41 triliun – Rp.89 triliun dari APBN dan Rp.58,41 triliun dari investasi swasta.
Tambahan Rp.3,65 triliun dari lima perusahaan pada Mei 2025 membuat total dana yang sudah masuk mencapai Rp.151,08 triliun.
Janji Lanjut di Era Prabowo
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto memastikan proyek ini tidak berhenti. Pemerintah telah menyiapkan Rp48,8 triliun APBN untuk periode 2025–2028, dengan fokus membangun infrastruktur penunjang agar IKN benar-benar berfungsi sebagai pusat pemerintahan.
Namun, gelombang wacana penghentian sementara mulai mengguncang Senayan.
Kritik Menguat: Dari Senayan Hingga Aktivis Nasional
Wakil Ketua Komisi II DPR, Bahtra Banong, menyatakan Partai NasDem mengusulkan moratorium sementara. Salah satu alasan pemerintah belum menerbitkan Keputusan Presiden terkait pengalihan fungsi ibu kota, padahal ini amanat undang-undang.
Selain itu, APBN kini dibebani program strategis lain pemerintahan Prabowo ketahanan pangan dan makan bergizi gratis yang juga menyedot dana besar.
Tokoh nasional Amien Rais melontarkan kritik pedas. Ia memperingatkan IKN berpotensi menjadi “kota hantu” yang mulai muncul aktivitas tak sehat, termasuk prostitusi. Menurutnya, meski puluhan triliun rupiah telah digelontorkan, kawasan itu belum layak huni.
“Terlalu Besar untuk Gagal”
Ekonom INDEF, Andry Satrio Nugroho, melihat dari sisi lain. Menurutnya, IKN adalah proyek yang terlalu besar untuk dibiarkan gagal.
Infrastruktur yang sudah berdiri tetap memerlukan perawatan, dan jika dibiarkan terbengkalai, kerugian negara akan membengkak.
Andry menawarkan dua opsi: segera memindahkan pusat pemerintahan ke IKN, atau mengubah statusnya menjadi ibu kota Kalimantan Timur agar tetap termanfaatkan.
Opsi Tanpa Meneruskan Pembangunan
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, mengusulkan moratorium dengan pemanfaatan aset yang ada. Ia menyebut IKN bisa difungsikan sebagai kantor Wakil Presiden, pusat pelatihan militer, atau proyek percontohan pemulihan lingkungan. Bahkan, menjadikannya destinasi wisata dinilai dapat membuka pemasukan untuk menutup biaya operasional.
Masa Depan di Ujung Tanda Tanya
Meski dibangun dengan visi besar dan biaya menggunung, masa depan IKN kini kabur di balik kabut perdebatan. Apakah akan dilanjutkan, diperlambat, diubah fungsinya, atau dihentikan sementara?
Yang pasti, setiap keputusan akan menentukan nasib Rp151 triliun uang negara dan swasta yang telah terkunci di tanah Kalimantan Timur.
Nusantara kota yang digadang sebagai simbol kebangkitan kini menjadi cermin bagaimana mimpi besar bisa tersendat di persimpangan, ketika arah dan komitmen tidak berjalan seiring.