TOBAGOES COM – Subdit Tindak Pidana Korupsi (Tipidkor) Ditreskrimsus Polda Bengkulu tengah mengusut dugaan korupsi anggaran senilai Rp 7,1 miliar di Dinas Pertanian Kabupaten Kaur. Anggaran tersebut berasal dari Tahun Anggaran 2023 dan mencakup kegiatan bidang peternakan serta perencanaan.
Menurut Kasubdit Tipidkor Kompol Muhammad Syahir Fuad Rangkuti, penyelidikan mengarah pada dugaan kuat pengkondisian proyek oleh oknum Kepala Dinas guna memenangkan pihak tertentu dalam proses lelang dengan imbalan fee proyek.
“Kepala dinas memberikan paket pekerjaan kepada kontraktor sambil meminta fee proyek dan turut membantu mereka memenangkan proses lelang,” ujar Fuad, Senin (16/6/2025).
Dalam dokumen perubahan pelaksanaan anggaran (DPPA) tahun 2023, dana tersebut dialokasikan untuk pembangunan fisik, renovasi Balai Penyuluh Pertanian (BPP) di sejumlah kecamatan, pengadaan alat pertanian dan peternakan, serta pembangunan unit pengolahan pakan silase dan konsentrat ruminansia.
Penyidik telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk kepala dinas, ASN di lingkungan dinas pertanian, serta beberapa kontraktor. Kasus ini kini memasuki tahap penyidikan, dan pemeriksaan masih terus berlanjut untuk mengungkap sejauh mana potensi kerugian negara akibat praktik tersebut.
Di Balik Proyek Pakan dan Penyuluh: Jejak Fee dan Permainan Lelang
Tak seperti biasanya, geliat kegiatan di Dinas Pertanian Kabupaten Kaur tampak mencurigakan sejak awal 2023. Sejumlah proyek muncul bersamaan: pembangunan unit pakan silase, renovasi balai penyuluh, hingga pengadaan alat peternakan. Total anggaran: Rp 7,1 miliar. Tapi yang mencuat bukan geliat pembangunan—melainkan dugaan kuat adanya “aroma tak sedap” dalam proses pelaksanaannya.
Menurut sumber internal yang enggan disebutkan namanya, proyek-proyek tersebut seperti sudah “diatur” sejak awal. “Sudah ada yang ditentukan siapa dapat apa,” ujarnya. Proses lelang hanya menjadi formalitas. Sinyalemen itu sejalan dengan temuan penyidik Subdit Tipidkor Polda Bengkulu.
“Ada indikasi Kepala Dinas ikut membantu kontraktor tertentu untuk menang lelang, tentu dengan imbalan fee proyek,” ungkap Kompol Muhammad Syahir Fuad Rangkuti.
Dugaan ini diperkuat oleh pola: setiap paket pekerjaan seperti sudah dipatok, dan para Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) hanya mengikuti alur yang telah ditentukan dari atas. Bahkan, penyidik menduga skema ini melibatkan lebih dari satu kontraktor, yang “dibagi-bagi” paket pekerjaannya.
Polanya Berulang: Korupsi Proyek Bermodus Fee dan Pengkondisian
Kasus ini bukan yang pertama di Bengkulu, dan tampaknya bukan yang terakhir. Modus “pengondisian lelang” atau pengaturan pemenang tender dengan fee proyek adalah wajah lama dalam dunia pengadaan barang dan jasa di daerah. Kepala dinas, yang seharusnya netral, justru berperan aktif dalam “menentukan siapa yang menang” sering kali demi bagi-bagi keuntungan pribadi maupun kelompok.
Anggaran di Dinas Pertanian Kaur tahun 2023 seolah jadi bancakan: Rp 5,1 miliar untuk bidang peternakan dan kesehatan hewan, serta Rp 2 miliar untuk bidang perencanaan. Proyek-proyek fisik dan pengadaan alat menjadi ladang empuk—karena mudah “dimainkan” secara teknis dan administratif.
Penyidikan Berlanjut: Siapa Saja yang Terlibat?
Hingga kini, Polda Bengkulu telah memeriksa sejumlah saksi, termasuk kepala dinas, ASN, dan para kontraktor. Namun belum ada tersangka yang diumumkan. Fuad memastikan, penyidikan masih bergulir dan akan menyasar siapa pun yang terlibat, termasuk jika ada aliran dana ke pihak di luar dinas.
Penyidik juga tengah mendalami apakah fee proyek ini bermuara pada aktor politik tertentu atau hanya sebatas permainan internal dinas.
Catatan Akhir: Ketika Dana Pertanian Dijadikan ATM
Ironis, di saat petani dan peternak di desa-desa masih kesulitan mendapatkan pupuk dan alat kerja yang layak, dana pertanian justru dijadikan ATM oleh segelintir pejabat. Rp 7,1 miliar yang seharusnya menopang ketahanan pangan lokal, justru menjadi lahan bancakan yang kini tengah dibongkar penyidik.(*)